Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena
berkat kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah “Pemberian Bantuan Kredit
oleh Bank kepada UKM (Usaha Kecil Menengah)”
dengan baik.
Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas
Softskill mata kuliah Perekonomian Indonesia dan sesuai dengan judulnya makalah
ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai peran perbankan dalam membantu pemberian
kredit kepada Usaha Kecil Menengah sehingga kita sebagai mahasiswa/i Fakultas
Ekonomi dapat mengetahui lebih lanjut tentang Usaha Kecil Menengah (UKM),
Perbankan, dan Kredit yang tentunya memiliki keterkaitan yang kuat.
Sehubungan dengan selesainya penyusunan makalah ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Perekonomian Indonesia yang telah
berbagi ilmu kepada para mahasiswanya serta berbagai pihak yang telah membantu
dalam penyediaan informasi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, kritik dan saran Anda di tunggu
agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Kecil
Menengah (UKM) diyakini sebagai pembangkit ekonomi di Negara ini. Itulah salah
satu penyebab perbankan membanting stir-nya untuk mengaet pelaku UKM sebagai
debiturnya. Pemerintah pun langsung menyediakan anggaran sekitar Rp 40 triliun
untuk disalurkan kepada UKM, melalui perbankan dan lembaga keuangan lain. Namun
demikian, UKM juga masih memiliki permasalahan dalam mendapatkan kredit dari
perbankan. Tidak tercapainya target penyaluran kredit bukan semata-mata
kesalahan perbankan. Sebab bank dan UMKM masih belum begitu siap. Bagi bank,
mengucurkan kredit, terutama ke usaha mikro dan kecil, cukup sulit karena
umumnya pengusaha mikro dan kecil belum mengerti prosedur yang ada di bank.
Oleh
karena itu, penulis ingin membahas tentang pemberian kredit oleh perbankan
kepada UKM. agar para pelaku UKM dapat memenuhi syarat-syarat yang diberikan
pihak perbankan untuk mengucurkan kreditnya serta meningkatkan akses para
pelaku UKM ke jasa kredit perbankan mengingat bahwa peran UKM sangat penting.
1.2. Maksud dan Tujuan
Dalam
menulis makalah ini, tentunya penulis memili tujuan yang ingin disampaikan,
yaitu:
a. Dengan membaca makalah
ini diharapkan pembaca dapat mengetahui pengertian dari UKM, Perbankan, dan
Kredit.
b. Memberikan
informasi tentan peran bank dalam mengembangkan UKM.
c. Mengetahui
akses UKM ke jasa kredit perbankan.
d. Mengetahui
tentang penyaluran kredit terhadap UKM.
e. Mengetahui
berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UKM.
f. Mengetahui apa saja yang dilakukan
pemerintah dalam mendukung pemberian kredit kepada UKM.
1.3. Metode Penelitian
Dalam penulisan makalah ini, penulis membaca berbagai
macam sumber yang ada di internet, seperti blog, website, surat kabar untuk
mendapatkan informasi sehingga dapat menuliskannya kembali dalam bentuk
makalah.
1.4. Rumusan Masalah
1.4.1. Apa yang
dimaksud dengan UKM, Perbankan, dan Kredit ?
1.4.2. Bagaimana peranan bank dalam upaya
mengembangkan UKM ?
1.4.3. Bagaimana
akses UKM ke jasa kredit perbankan ?
1.4.4. Bagaimana penyaluran kredit oleh
bank terhadap UKM
1.4.5. Apa saja permasalahan yang dihadapi UKM dalam mendapatkan kredit dari Perbankan ?
1.4.6. Bagaimana kebijakan Pemerintah
dalam mendukung pemberian kredit kepada UKM ?
1.5. Landasan Teori
Berdasarkan Keputuasan Menteri
Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 Pengertian Usaha Kecil
Menengah: Didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya
Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di
luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :
a. Bidang
usaha ( Fa, CV, PT, dan koperasi )
b. Perorangan
( Pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan,perambah hutan,
penambang, pedagang barang dan jasa )
Dilihat dari pelaksanaannya, UKM
tidak terlepas dari kredit. Menurut data Bank Indonesia, total penyaluran
kredit UMKM pada periode Januari - Juli 2012 mencapai Rp 681 triliun atau 33
persen dari rencana bisnis bank. Porsi kredit UMKM paling besar dikucurkan
untuk sektor perdagangan yakni 46,6 persen, diikuti sektor industri pengolahan
sebesar 10,5 persen, dan sektor pertanian, perburuan dan kehutanan 7,8 persen.
Adapun rata-rata bunga kredit UMKM tercatat 13,8 persen. Menurut data BI per
Juli 2012. Total penyaluran kredit secara keseluruhan mencapai Rp 2.538
triliun. Mengacu pada hal itu maka total penyaluran kredit UMKM yang telah
mencapai Rp 681 triliun sudah mencapai 20 persen.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. Apa itu UKM, Perbankan, dan Kredit ?
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99
tahun 1998 pengertian Usaha Kecil Menengah adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat
yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.”
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1995, usaha kecil dan
menengah memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kekayaan
bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha.
2. Memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar
3. Milik
Warga Negara Indonesia (WNI)
4. Berdiri
sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki atau dikuasai usaha
besar.
5. Bentuk
usaha orang per orang, badan usaha berbadan hukum/tidak, termasuk
koperasi.
6. Untuk
sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp 5 miliar.
7. Untuk
sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta (tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan
maksimal Rp 3 miliar pada usaha yang dibiayai.
Perbankan merupakan lembaga yang
bergerak pada jasa keuangan. Lembaga ini selain mengumpulkan uang masyarakat
juga memberikan kredit kepada masyarakat baik untuk kepentingan konsumtif
maupun untuk kegiatan usaha. Setiap lembaga baik yang berorientasi keuntungan
maupun non profit selalu membutuhkan dana dalam upaya untuk dapat menjalankan
aktivitasnya. Tanpa ketersediaan dana organisasi tidak akan dapat berjalan
dengan baik. Apalagi
organisasi yang berorintasi pada profit (kegiatan
usaha) dalam menjalankan aktivitasnya selalu membutuhkan dana guna membiayai
usahanya. Dana tersebut dapat dipenuhi dengan sumber intern perusahaan ,suntikan
dari pemilik perusahaan maupun dari pinjaman ke Bank.
Usaha perbankan meliputi tiga kegiatan utama yaitu:
a. Menghimpun
dana
Menghimpun dana maksudnya adalah mengumpukan atau
mencari dana (uang) dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk
simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kegiatan penghimpunan dana ini sering
disebut dengan funding.
b. Menyalurkan
Dana
Sedangkan yang dimaksud dengan menyalurkan dana adalah
melemparkan kembali dana yang diperoleh lewat simpanan giro, tabungan, dan deposito
kemasyarakat dalam bentuk pinajam (Kredit) bagi bank yang berdasarkan prinsip
konvensional.
c. Memberikan
jasa bank lainnya
Yang dimaksud dengan jasa bank lainnya adalah jasa
pendukung sesuai pelengkap kegiatan perbankan terutama untuk mendukung kelancaran
kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan
kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.
Pengertian kredit menurut UU No. 7
tahun 1992 tentang perbankkan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu
bedasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.
2.2. Peran Bank dalam Upaya Mengembangkan UKM
Lembaga perbankkan mempunyai peran
yang penting bagi setiap perusahaan baik untuk memenuhi kebutuhan modal atau
dana untuk menunjang kegiatan usaha, juga mempunyai peranan penting bagi
perusahaan khususnya bagi perusahaan
kecil atau usaha kecil. Usaha kecil mempunyai salah satu kelemahan kurang
tertibnya dalam melakukan pencatatan dan lemah dalam menejemen. Kelemahan ini
dapat membawa dampak terhadap penggunaan dana perusahaan tidak terkendali.
Untuk menghindari pemborosan penggunaan dapat memanfaatkan untuk mengontrol
penggunaan dana yaitu dengan menyimpan uang ke bank. Setiap mendapatkan uang
segera dimasukkan ke bank sebelum digunakan dengan demikian penggunaan uang
dapat sedikit terkontrol dalam penggunaanya.
Bagi lembaga perbankkan untuk saling
memberikan keuntungan kedua belah pihak, pihak bank dapat membantu untuk
melakukan pembinaan dalam melakukan pencatatan yang baik sehingga penggunaan
dana dapat terkontrol dan dapat membuat rencana kas yang membawa dampak usaha
kecil tersebut dapat membuat rencana untuk melakukan pengembangan. Dengan
pembinaan dan pelatihan yang dilakukan bank terhadap UKM akan dapat membiasakan
pelaku UKM untuk tertib administrasi dan ini dapat digunakan untuk meyakinkan
pihak bank untuk memberikan kredit.
Dengan keberhasilan usaha kecil
dalam mengembangkan usaha secara otomatis juga akan memberikan keuntungan bagi
bank yang membinanya, keuntungan tersebut lancarnya pembayaran kredit maupun
bunga dan setiap kebutuhan dana untuk pengembangan usaha kecil yang dibinanya
akan melakukan pemilihan bank telah membantunya.
2.3. Akses UKM ke Jasa Kredit Perbankan
Dalam memberikan pembiayaan kepada
sector UKM, Bank tetap harus melakukan langkah-langkah “Prudential banking”
Serta melakukan manajemen risiko sebagaimana yang telah digariskan dalam
Standard Operasional Dan Prosedur (SOP). Bank Akan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Prinsip
Kehati-hatian dalam melakukan prinsip kehati-hatian, bank harus memperhatikan:
a. Prinsip utama dalam mengelola
risiko kredit adalah:
i. Pemisahan
pejabat kredit
ii. Penerapan
Risk Scoring System.
iii. Pemisahan
pengelolaan kredit bermasalah.
b. Prosedur perkreditan yang sehat. Bank harus
melakukan prosedur yang sehat, dengan melakukan:
i. Penetapan
Pasar Sasaran.
ii. Kriteria
Risiko yang dapat diterima.
iii. Pengawasan
ekspansi kredit.
c. Jenis usaha yang dilarang atau
dihindari untuk dibiayai
2. Dalam
Kebijakan umum Perkreditan, diatur bahwa setiap proses dan keputusan kredit
harus melalui langkah-langkah yang baku, sebagai berikut:
a. Ada permohonan kredit dari
debitur secara tertulis,
b. Dilengkapi dokumen yang
dipersyaratkan,
c. Disertai proposal kredit,
d. Dibuat
rekomendasi dan keputusan kredit oleh pejabat yang berwenang,
e.
Pemberitahuan keputusan kredit (of fering letter),
f.
Melaksanakan perjanjian kredit secara hukum,
g. Proses
pencairan kredit,
h.
Melaksanakan pengawasan dan evaluasi.
3. Pre screening dan seleksi calon debitur
UKM. Permohonan kredit dapat diproses apabila telah lolos pre screening, yaitu;
a. Memenuhi Pasar Sasaran.
b. Tidak termasuk jenis usaha yang
dilarang.
c. Tidak termasuk dalam jenis usaha
yang perlu dihindari
d. Tidak termasuk dalam Daftar Hitam
BI.
e. Tidak termasuk dalam Daftar
Kredit Macet BI
f. Tidak termasuk dalam Daftar Hitam
Intern Bank.
4. Bank
juga melakukan penilaian rating atas kesehatan debitur,melalui Credit Risk
Rating (CRR). Credit Risk Rating ini
merupakan alat penilaian standar: untuk penilaian risiko kredit secara
individual, menetapkan langkah-langkah penanganan yang diperlukan sejak dini,
menetapkan standar ukuran risiko yang dapat diterima Bank, memperkirakan kemungkinan
tingkat kegagalan pengembalian kredit.
5. Apabila
telah melalui proses penilaian rating dan nilainya memenuhi standar yang
ditetapkan, maka akan disusun proposal analisis kredit, sebagai bahan
pertimbangan apakah usaha yang dibiayai layak atau tidak untuk diberikan
kredit.
6. Bank
tetap harus memantau jalannya usaha debitur, serta menerapkan Early Warning
System (EWS). Early Warning System adalah mekanisme/sistim detekai/pengenalan
terhadap gejala /tanda-tanda awal yang diperkirakan dapat mempengaruhi/menyebabkan
kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya. tujuan
EWS adalah memberikan tanda/peringatan dini atas kondisi debitur yang
diperkirakan akan berdampak negative terhadap kelancaran pemenuhan kewajiban
atas kredit yang telah diberikan.
7. Bank
juga harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kredit yang telah
diberikan.
8. Bank
juga merapikan dokumentasi kredit, agar sewaktu-waktu dapat dimonitor.
Dalam hal
peningkatan akses dan perluasan sumber pembiayaan koperasi dan UMKM telah
dilaksanakan hal berikut.
Pertama, penyusunan konsep
peraturan perundangan tentang simpan-pinjam sebagai bagian dari RUU tentang
Koperasi. Pembahasan substansinya telah dilakukan pada bulan Oktober 2004 yang
melibatkan partisipasi aktif dari instansi terkait, gerakan koperasi, pakar
koperasi, dan pemerhati koperasi.
Kedua, penyusunan naskah
akademis penjaminan kredit sebagai bahan masukan untuk penyusunan RUU
Penjaminan Kredit, yang meliputi aspek kelembagaan, mekanisme penjaminan, dan
prosedur pengawasan serta pembinaan.
Ketiga, penyiapan kebijakan
hapus-tagih kredit macet UKM untuk menyelesaikan kredit macet dari 461.457
debitur UKM di empat Bank BUMN dengan tujuan: (1) mempercepat penyelesaian
utang UKM untuk memacu proses pemulihan dan pengembangan sektor riil; (2)
menyelamatkan, melindungi, dan menyehatkan UKM; serta (3) mengeluarkan debitur
macet UKM dari daftar hitam kredit macet bank sehingga dapat meneruskan usaha
dan mendapatkan pendanaan kembali.
Keempat, merealisasikan
kredit usaha mikro dan kecil yang bersumber dari dana Surat Utang Pemerintah
(SUP-005) sebesar Rp3,1 triliun. Sampai dengan saat itu BUMN Pengelola dan
Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP) telah mencairkan dana sebesar Rp2,1 triliun
dan yang telah disalurkan kepada usaha mikro dan kecil telah mencapai Rp1,8
triliun. Untuk mempercepat realisasi pencairan SUP-005, telah dilakukan
evaluasi dan realokasi dana SUP-005 dari BUMN Pengelola dan LKP yang tingkat
pencairannya rendah kepada BUMN Pengelola dan LKP yang kinerjanya baik.
Kelima, penyediaan jaminan
kredit kepada UMKM yang layak usahanya tetapi kurang memiliki agunan memadai.
Sampai dengan TA 2004, dana sebesar Rp260 miliar telah digulirkan dalam rangka
menjamin kredit bagi 385 koperasi dengan 142.936 anggota dan 1.080 UMKM, dengan
pagu kredit sebesar Rp508 miliar dan nilai penjaminan kredit sebesar Rp353,4
miliar.
Selain itu, dalam upaya
pengembangan usaha dilaksanakan kegiatan perkuatan modal awal dan padanan (MAP)
yang merupakan bentuk dukungan keuangan untuk meningkatkan kegiatan usaha UMKM.
Dukungan dana MAP diberikan hanya sebagai dana stimulan untuk dapat dikelola,
dikembangkan, dan digulirkan kepada usaha kecil anggota dan kepada KSP/USP
Koperasi lain. Penyaluran dana MAP dilakukan melalui KSP/USP Koperasi, lembaga
keuangan mikro (LKM), lembaga modal ventura, inkubator bisnis, dan lembaga
penjaminan. Pada tahun 2004 dana MAP yang diperuntukkan bagi lebih dari 4.000
UMKM telah disalurkan melalui 200 KSP/USP-Koperasi di 30 provinsi.
Koperasi jasa keuangan
syariah (KJKS) juga diperkuat untuk mendorong perkembangan kegiatan usaha
dengan pola syariah sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya
usaha mikro dan kecil. Pada tahun 2004 telah diberikan dukungan perkuatan dana
bergulir syariah sebesar Rp5 miliar untuk 100 unit KJKS di 16 provinsi. Melalui
program itu, setiap KJKS terpilih dapat memperoleh dana bergulir sebesar Rp50
juta. Ketentuan bagi KJKS terpilih dalam melaksanakan program bergulir dengan
pola syariah ini, antara lain, adalah pengelolaan dana tersebut didasarkan pada
akad mudarabah dan musyarakah.
2.4. Penyaluran Kredit oleh Bank terhadap UKM
Pada kenyataannya penyaluran kredit
pada UKM masih kecil dibandingkan dengan usaha besar. Pemecahan masalah
tersebut secara makro seperti kebijakan pemerintah mewajibkan Bank Umum untuk
menyalurkan 20 % kredit kepada UKM dari total kreditnya,KUT, program program
promosi akses kredit UKM kepada lembaga keuangan dan lain-lainnya ternyata
hasilnya masih jauh dari memuaskan. Hal ini disebabkan selain karena ketidak
mampuan UKM mengakses bank juga disebabkan oleh :
1. Officer
Bank kekurangan pengetahuan atau pengalaman, sehingga bank kesulitan menilai
prospek bisnis UKM, sehingga untuk meminimalisasi resiko perlu menetapkan
persyaratan jaminan yang ketat. Skema kredit UKM kurang bervariasi mengikuti
variasi karakteristik usaha UKM yang spesifik.
2. Pada
UKM yang mengajukan kredit, Officer Bank masih kesulitan untuk menemukan yang
prospektif untuk dibiayai.
Untuk mendorong penyelesaian masalah
ditingkat mikro tersebut semestinya menjadi perioritas dalam mempromosikan
akses kredit UKM pada lembaga keuangan. secara teknis bank harus punya target
pasar spesifik untuk UKM sebagaimana juga bank memiliki target pasar spesifik
untuk usaha besar, tetapi menetapkan target pasar untuk UKM ternyata lebih
rumit dari pada menetapkan target pasar kredit usaha besar, hal ini disebabkan
:
1. Tidak
tersedianya data sekunder yang memadai tentang UKM, data yang tersedia pada
dinas teknis dan BPS sangat tidak memadai sebagai pertimbangan dalam merumuskan
target pasar kredit UKM.
2. Faktor
lokalitas pada tingkat Kabupaten/propinsi bahkan pada tingkat wilayah yang
lebih kecil sangat mempengaruhi potensi pengembangan UKM, dengan demikian data
Nasional akan sangat bisa jika digunakan dalam memilih sektor UKM.
3. Pengelompokkan
UKM selama ini berdasarkan sub sektor telah menjadi pola analisis, padahal
pengelompokkan tersebut pada dasarnya untuk kepentingan administrasi
(Pemerintah & BI) bukan kepentingan analisis bisnis, Analisis yang paling
rasional adalah berdasarkan rantai bisnis dan wilayah (wilayah yang dibatasi
oleh keterkaitan pelaku bukan wilayah administrasi).
Karena sebagian besar UKM tidak
memiliki dokumen usaha dan data tentang UKM sangat sedikit maka untuk bisa
menyalurkan kredit kepada UKM, bank perlu mengenal dengan baik karakteristik
dan pola bisnis UKM, perlu cara lain dalam analisis pasar dan potensi sektor
agar penyaluran kredit pada UKM tetap dengan pendekatan koridor biasa.
Menurut data Bank Indonesia, total
penyaluran kredit UMKM pada periode Januari - Juli 2012 mencapai Rp 681 triliun
atau 33 persen dari rencana bisnis bank. Porsi kredit UMKM paling besar
dikucurkan untuk sektor perdagangan yakni 46,6 persen, diikuti sektor industri
pengolahan sebesar 10,5 persen, dan sektor pertanian, perburuan dan kehutanan
7,8 persen. Adapun rata-rata bunga kredit UMKM tercatat 13,8 persen. Menurut
data BI per Juli 2012. Total penyaluran kredit secara keseluruhan mencapai Rp 2.538
triliun. Mengacu pada hal itu maka total penyaluran kredit UMKM yang telah
mencapai Rp 681 triliun sudah mencapai 20 persen.
Syarat UKM mendapat kucuran dana dari Bank
Para pelaku usaha kecil dan menengah
(UKM) harus memenuhi tiga persyaratan agar usahanya dinilai visible dan
bankable bagi perbankan. Sehingga perbankan bersedia untuk mengucurkan kredit.
"Tiga syarat itu adalah dokumentasi usaha yang jelas, track record yang
positif, dan bisnis atau cashflow yang positif," Seandainya aset usaha UKM
tersebut tergolong besar tapi cashflownya negatif, perbankan tetap enggan
mengucurkan kreditnya. dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM akan
bekerjasama membuat pelatihan bagi para pelaku UKM, agar bisa bankable sehingga
bisa memperoleh pinjaman dari perbankan untuk mengembangkan usaha.
Pada saat ini pemerintah masih terus
berusaha untuk merealisasikan UU tentang
penjaminan kredit kepada para pelaku UKM. Sehingga nantinya Bank Indonesia (BI)
mempunyai payung hukum untuk melonggarkan aturannya bagi perbankan dalam
menyalurkan kredit ke sektor UKM. , agar para pelaku UKM tidak terbebani
masalah jaminan pinjaman kepada perbankan. Pada saat ini bahkan ada pelaku UKM
yang memberikan jaminan lebih besar kepada perbankan dibandingkan jumlah
pinjamannya.
2.5. Permasalahan yang dihadapi UKM dalam Mendapatkan Kredit dari
Perbankan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat
ini tengah menghadapi fenomena paradoks. Disatu sisi UKM terlihat sangat
strategis karena merupakan pilar pendukung utama dan terdepan dalam pembangunan
ekonomi. UKM merupakan lapangan usaha yang paling banyak dan paling mudah
diakses oleh masyarakat bawah di Indonesia. UKM paling besar dan paling cepat
dalam memberikan peluang lapangan pekerjaan dan memberikan sumber penghasilan
bagi kebanyakan masyarakat kita. UKM paling fleksibel dan dapat dengan mudah
beradaptasi dengan pasang surut dan arah perekonomian dan UKM juga cukup
terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan
perdagangan. Betapa luar biasanya peran UKM di Indonesia kita ini. Namun disisi
lain kita juga banyak menemukan persoalan pelik ditubuh UKM.
Kelembagaan UKM di Indonesia lemah.
Hal ini disebabkan karena secara ekonomi politik, keberadaannya tidak
diperhitungkan terutama pada masa rezim Soeharto berdiri kokoh. Dominasi
keberpihakan rezim Soeharto kepada pelaku ekonomi besar telah menyebabkan UKM
di Indonesia lemah secara kelembagaan. Sehingga UKM kita menjadi lambat
mandiri, lambat mengembangkan diri dan menjadi lemah dalam hal akses. sudah
menjadi rahasia umum UKM di Indonesia, bahwa dari dahulu permasalahan klasik
yang selalu mendera UKM antara lain adalah permasalahan;
1. Rumitnya
proses perizinan dan penyederhanaan pencatatan usaha.
Perizinan usaha di Indonesia sangat
berbelit dan memakan waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan
negara-negara lain padahal untuk UKM izin usaha adalah modal paling dasar jika
mau berkembang dan mendapat akses dengan baik terutama sekali akses permodalan.
Menurut Bank Dunia (2005), dibutuhkan rata-rata sekitar 151 hari serta 12
prosedur untuk mendapatkan izin usaha. Padahal kemudahan perizinan ini akan
menciptakan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.25% PDB.
2. Sulitnya
akses penambahan modal melalui kredit bank.
Kebanyakan UKM tidak berhasil
mendapatkan kredit dari bank karena UKM tidak memenuhi persyaratan untuk layak
diberi kredit. Hal ini antara lain karena UKM belum memiliki pengetahuan dan
kesiapan dalam memenuhi persyaratan kredit sehingga para pelaku UKM memandang prosedur
kredit sulit. Sulaeman di Indonesia alasan utama yang dikemukakan oleh UKM
kenapa UKM tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2)
Tidak berminat (25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu
prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak
(1,93 %) (Sulaeman, 2004)
3. Lemahnya
kemampuan UKM dalam hal manajemen.
Permasalahan sebagian besar UKM di
Indonesia adalah lemahnya kemampuan manajemen. Karena sebagian besar pelaku UKM
memiliki tingkat pendidikan SMU atau sederajat, maka penguasaan ini sangat
lemah. Padahal ini merupakan kunci jika UKM mau menilai perkembangan dan ingin
mendapat akses kredit modal usaha di perbankan
4. Lemahnya
penguasaan terhadap networking atau jaringan kerja dan akses pasar.
Hal ini muncul akibat lemahnya
kemampuan UKM mengorganisir diri dan lemahnya kemampuan pemasaran UKM, lemahnya
penguasaan jaringan pasar, dan lemahnya penguasaan fasilitas teknologi dan
informasi (IT) oleh UKM.
2.6. Kebijakan Pemerintah dalam Mendukung Pemberian Kredit kepada
UKM
Berbagai cara dilakukan pemerintah
untuk menolong UKM. Bukan hanya menyediakan dana, tetapi juga membentuk Satuan
Tugas Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Satgas ini berfungsi untuk
mengharmoniskan hubungan bank dengan UMKM menyangkut data keuangan perusahaan,
berbagai izin usaha, dan agunan bank.
Pembentukan satgas akan diikuti komitmen keberpihakan.
Sebab tanpa ada keberpihakan dari satgas, yang merupakan gabungan dari berbagai
pihak, termasuk perbankan, program harmonisasi antara sektor perbankan dan UMKM
tidak akan berhasil. Paling utama dalam menjalankan tugas, konsultan yang
tergabung dalam KKMB harus mampu melakukan langkah konkret dan terobosan dalam
mengatasi berbagai persoalan UMKM.
Dalam rangka untuk mengembangkan UMKM di Indonesia
pemerintah dan beberapa lembaga keuangan non bank maupun lembaga perbankan
telah membantu para pelaku sector UMKM dalam mengembangkan usahanya melalui
pemberian kredit ataupun pinjaman lunak (soft loan) kepada para pelaku usaha
mikro, kecil, dan menengah ( UMKM).
Salah satu kontribusi pemerintah dalam mengembangkan UMKM, yaitu melalui pemberian kredit usaha rakyat (KUR). . Pemberian KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan dipimpin oleh Bapak Presiden RI. Salah satu agenda pembicaraan keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan sector Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin. Kredit Usaha Rakyat diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan yang diberikan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.
Salah satu kontribusi pemerintah dalam mengembangkan UMKM, yaitu melalui pemberian kredit usaha rakyat (KUR). . Pemberian KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dengan dipimpin oleh Bapak Presiden RI. Salah satu agenda pembicaraan keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan sector Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin. Kredit Usaha Rakyat diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan yang diberikan bagi UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.
Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini disediakan hanya terbatas baru dilakukan oleh 6 Bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Bukopin. Sebagai salah satu contoh kecilnya adalah pada tahun 2008, berdasarkan Data Kementerian Koperasi dan UKM tercatat, penyaluran kredit UMKM sejak Januari hingga akhir September 2008 telah mencapai Rp 10,91 triliun diberikan kepada 1,33 juta unit usaha. Dari jumlah tersebut, yang kreditnya bermasalah hanya 0,17%. Ini bukti bahwa pelaku UMKM adalah mereka yang jujur dan punya niat mengembalikan. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, seperti : pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Sebagian besar dari Kredit Usaha Rakyat ( KUR) ini diserap oleh sector perdagangan.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya. Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban apa yang akan timbul dari masing-masing pihak yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini, mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini.
Selain memberikan kredit usaha rakyat Pemerintah dalam rangka pemberdayaan usaha mikro hingga saat ini juga Pemerintah telah melakukan langkah-langkan strategis. Sebagai berikut, yaitu;
a. Menciptakan
iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara sistemik, mandiri dan
berkelanjutan.
b. Menciptakan
sistem penjaminan (financial guarantee system) untuk
mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro.
mendukung kegiatan ekonomi produktif usaha mikro.
c. Menyediakan
bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and facilitation) secara
manajerial guna meningkatkan “status usaha” usaha mikro agar fleaksible dan
bankable dalam jangka panjang.
d. Penataan
dan penguatan kelembagaan keuangan mikro untuk memperluas jangkauan pelayanan
keuangan kepada usaha mikro secara cepat, tepat, mudah dan sistematis.
Dalam rangka mendukung pemberdayaan Usaha Mikro,
kecil, dan menengah ( UMKM) Pemerintah telah menyusun beberapa kebijakan
kredit. Seperti, adanya nota kesepahaman (MoU) antara Komite Penanggulangan
Kemiskinan (KPK) dengan Bank Indonesia mengenai penanggulangan kemiskinan
melalui pemberdayaan UMKM. Kerjasama ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim
yang kondusif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kesimpulannya adalah dengan diberikannya Kredit Usaha Rakyat ( KUR) oleh Pemerintah dan lembaga Perbankan ataupun lembaga keuangan non Bank dapat mengurangi beberapa kendala yang sering dialami para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah ( UMKM) yaitu berupa agunan ( jaminan) yang biasanya diminta oleh bank sebelum memberikan kredit kepada pelaku sector Usaha mikro, kecil, dan Menengah ( UMKM). Dengan adanya kelebihan dari Kredit Usaha Rakyat ( KUR), yaitu berupa pinjaman tanpa agunan ( jaminan), para pelaku Usaha Mikro, kecil, dan menengah ( UMKM) dapat mengembangkan usaha menjadi lebih besar dengan menggunakan dana pinjaman dari program Kredit Usaha Rakyat ( KUR) yang pada akhirnya berdampak kepada meningkatnya kesejahteraan rakyat karena berkurangnya pengangguran yang telah diserap oleh sector UMKM.
Kesimpulannya adalah dengan diberikannya Kredit Usaha Rakyat ( KUR) oleh Pemerintah dan lembaga Perbankan ataupun lembaga keuangan non Bank dapat mengurangi beberapa kendala yang sering dialami para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menegah ( UMKM) yaitu berupa agunan ( jaminan) yang biasanya diminta oleh bank sebelum memberikan kredit kepada pelaku sector Usaha mikro, kecil, dan Menengah ( UMKM). Dengan adanya kelebihan dari Kredit Usaha Rakyat ( KUR), yaitu berupa pinjaman tanpa agunan ( jaminan), para pelaku Usaha Mikro, kecil, dan menengah ( UMKM) dapat mengembangkan usaha menjadi lebih besar dengan menggunakan dana pinjaman dari program Kredit Usaha Rakyat ( KUR) yang pada akhirnya berdampak kepada meningkatnya kesejahteraan rakyat karena berkurangnya pengangguran yang telah diserap oleh sector UMKM.
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99
tahun 1998 pengertian Usaha Kecil Menengah adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat
yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan
kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha
yang tidak sehat.” Dalam pelaksanaannya, UKM memerlukan penyaluran kredit.
Disinilah peranan bank sangat
dibutuhkan. Lembaga perbankkan mempunyai peran yang penting bagi UKM
untuk memenuhi kebutuhan modal atau dana untuk menunjang kegiatan usaha. Jadi
jika UKM membutuhkan penyaluran kredit, maka UKM tersebut harus memenuhi tiga
syarat.Tiga syarat tersebut, yaitu :
1. Dokumentasi usaha yang jelas,
2. Track record yang positif, dan
3. Bisnis atau cashflow yang positif
Daftar Pustaka
www.bappenas.go.id/get-file-server/node/3341/
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/03/087427245/Hingga-Juli-Penyaluran-Kredit-UMKM-Baru-33-Persen