BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas kuliah Akuntansi Pemerintahan sebagai Mata Kuliah
wajib yang memiliki bobot 3 SKS. Tujuan dari tugas ini adalah menganalisa
korelasi antara Pendapatan dan Belanja Negara dengan Kasus pegawai pajak Gayus
Tambunan Tahun 2010.
Pendapatan
negara yang disebutkan dalam anggaran keuangan tediri dari berbagai penerimaan
yang bermacam-macam yang dikategorikan di anggaran pendapatan dalam tiga jenis
jaitu Pajak, Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Yang terakhir
jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berperan. Pajak yang paling penting
terdiri dari Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai.
Banyak kasus
korupsi yang sampai sekarang tidak diketahui ujung pangkalnya. Salah satunya
adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang pegawai pajak golongan IIIA,
yang sempat menggegerkan Mabes Polri, Gayus Tambunan. Keterkejutan semua orang
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Gayus Tambunan adalah suatu hal yang
wajar. Karena apabila kita melihat dari statusnya yang hanyalah seorang pegawai
negeri biasa, tetapi memiliki tabungan yang begitu banyak, senilai Rp. 25
Miliar, tentu saja hal ini mengundang tanya: Apalagi kalau bukan korupsi?
Padahal, pekerjaan Gayus sehari-hari cuma menjadi penelaah keberatan pajak
(banding) perorangan dan badan hukum di Kantor Pusat Direktorat Pajak.
Mengingat gaji pegawai pajak setingkat golongan IIIA hanyalah berkisar antara
Rp 1.655.800 sampai Rp 1.869.300 per bulan, hal ini menegaskan bahwa seorang
Gayus Tambunan pasti telah melakukan kecurangan yang dapat merugikan Negara dan
masyarakat banyak.
Seperti yang
telah diberitakan oleh berbagai media bahwa nama Gayus Tambunan mulai mencuat
ketika disebutkan oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji sebagai seseorang
yang berkaitan erat dengan makelar kasus. Susno menyebutkan Gayus memiliki Rp
25 miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang disita negara. Sisanya
Rp 24,6 miliar menguap entah ke mana. Susno mengutarakan bahwa ada
keterlibatan dari tubuh Polri sendiri dalam kasus manipulasi pengusutan pajak.
Gayus
kemudian dituntut kepolisian dengan tiga pasal, yakni pasal penggelapan,
pencucian uang, dan korupsi. Namun pada persidangan itu Gayus hanya dituntut
dengan pasal penggelapan, divonis oleh hakim dengan hukuman 1 tahun percobaan,
kemudian dibebaskan. Terdapat berbagai kejanggalan di pengadilan Gayus saat
itu, antara lain soal ancaman hukuman yang ternyata lebih ringan dari ketentuan
Undang-Undang, tuntutan dari jaksa yang hanya berupa tuntutan soal penggelapan
uang, serta penggelaran persidangan yang dilakukan di hari Jumat, di Pengadilan
Negeri Tangerang, yang biasanya tidak digelar
persidangan pidana.
Modus Gayus
melakukan pelanggaran dengan memanfaatkan wewenangnya bermacam-macam. Dalam
posisinya sebagai pegawai Sub Direktorat Banding Direktorat Keberatan dan
Banding, pada pertengahan 2007 Gayus berhasil memenangkan lebih dari 40 kasus
banding perusahaan. Berkaitan dengan ini, Gayus memiliki peluang besar untuk
memenangkan Ditjen Pajak dalam pengadilan pajak, yaitu dengan memainkan selisih
pemenangan banding. Misalnya seorang wajib pajak seharusnya membayar pajak
Rp 3 Miliar. Lalu dia keberatan, ditolak lalu banding. Di pengadilan pajak itu
Gayus memenangkan banding wajib pajak. Selain itu, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), diduga modus
Gayus memanipulasi pajak dengan bermain kurs Rupiah saat menangani pajak Bumi
Resources tahun 2002-2005. Hasil manipulasi tersebut menyebabkan kewajiban
pajak berkurang hingga US$ 164,627 ribu.
Kini Gayus
Tambunan kembali ditetapkan sebagai terdakwa dan dijerat pasal berlapis yakni
korupsi, pencucian uang dan penggelapan. Kasus Gayus kini melebar dan
melibatkan sejumlah pihak. Namanya mencuat kembali saat dirinya diduga bebas
berkeliaran keluar dari rumah tahanan. Gayus Tambunan, entah mengapa,
mendapatkan perlakukan khusus yang sangat tidak masuk akal.
Perkembangan
terkini dari penanganan kasus korupsi Gayus Tambunan semakin membuat masyarakat
jengah. Gayus Tambunan sebagai tersangka korupsi seolah-olah memiliki kuasa
sahingga dia selalu mendapatkan perlakuan istimewa. Terakhir, dia kembali
mendapatkan perlakuan istimewa di depan hukum, yaitu kepolisian hanya
menjeratnya dengan pasal gratifikasi, di mana dia hanya dapat dihukum maksimal
3 tahun penjara. Dalam berbagai perkara yang pernah ada, seseorang yang
terjerat pasal gratifikasi sering lolos dari jeratan hukum. Hal ini kemudian
menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum dalam
menangani kasus Gayus. Oleh karena itu masyarakat banyak yang mendesak agar
kasus Gayus ditangai oleh KPK.
Akan tetapi, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono sendiri tetap menegaskan bahwa kasus Gayus tetap ditangai
oleh Polisi. Padahal, telah jelas terlihat bahwa Kepolisian sendiri tidak
serius dalam menangani kasus korupsi Gayus sehingga menyebabkan kasus ini tidak
menemui ujungnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
Tujuan Instruksi Khusus mata kuliah Akuntansi Pemerintahan, masalah yang
dibahas adalah mengenai Pendapatan dan Belanja. Dengan pokok bahasan lebih
spesifik yaitu:
- Apakah korupsi yang dilakukan oleh Gayus Tambunan mempengaruhi pendapatan Negara?
- Bagaimana kronologis kasus Gayus Tambunan?
- Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kasus gayus Tambunan?
Dari pokok
bahasan tersebut, penulis mencoba menimbang dan menganalisa kasus penggelapan
uang pajak oleh Gayus dari sudut pandang ke-empat pokok bahasan di atas.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini di bagi menjadi 2 yaitu, tujuan umum dan khusus:
1.3.1.
Tujuan Umum
- Memahami Pendapatan dan Belanja Negara
- Mengetahui dan memahami pengelolaan yang dialokasikan dari pendapatan negara berupa pajak
- Mengetahui penyebab dan dampak penggelapan yang dilakukan Gayus dari sumber pendapatan negara terbesar, yaitu pajak
- Diharapkan dapat menambah pengetahuan para pembaca makalah
1.3.2
Tujuan Khusus
- Memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Pemerintahan.
1.4
Manfaat Penulisan
- Sebagai bahan pelajaran bagi mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami lebih rinci tentang proses penyusunan sebagai wacana awal bagi penyusunan karya tulis selanjutnya.
- Sebagai literature untuk lebih memahami pendapatan negara dan belanja negara.
1.5
Metode Penelitian
Dalam
penulisan Karya Tulis ini, metodologi penelitian yang digunakan adalah :
- Studi pustaka yaitu dengan mencari referensi dari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan karya tulis ini
- Penjelajahan internet yaitu dengan mencari beberapa informasi di mesin pencari yang tidak penulis tidak dapatkan dari buku-buku
1.6
Sistematika Penulisan
Untuk
memberikan gambaran secara keseluruhan tentang makalah ini, berikut disajikan
sistematika pembahasan makalah yang terdiri dari 3 bab, dengan susunan sebagai
berikut
BAB
I PENDAHULUAN
Berisi
tentang pembahasan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
Bab ini
menyajikan pemaparan analisis kasus Gayus Tambunan dan hubungannya dengan
materi ‘Pendapatan dan Belanja’.
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan
dan Saran
Daftar
Pustaka
LAMPIRAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Kronologis
Kasus Gayus Tambunan
Kronologis
kasus gayus ini diambil dari blog SIR MR SRI TAMIANG yang diposkan hari Minggu
tanggal 13 Maret 2011 dengan pengeditan kata seperlunya.
Berawal
tudingan Mantan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Susno Duadji tentang adanya
praktek mafia hukum di tubuh Polri dalam penanganan kasus money laundring oknum
pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan yang merembet kepada Kejaksaan
Agung dan Tim Jaksa Peneliti, Tim Jaksa Peneliti akhirnya bersuara mengungkap
kronologis penanganan kasus Gayus H. Tambunan. Berikut ini kronologis
penanganan kasus Gayus H. Tambunan menurut Tim Peneliti Kejaksaan Agung.
Kasus
bermula dari kecurigaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
terhadap rekening milik Gayus H. Tambunan di Bank Panin. Polri kemudian melakukan
penyelidikan terhadap kasus ini. Tanggal 7 Oktober 2009 penyidik Bareskrim
Mabes Polri menetapkan Gayus H. Tambunan sebagai tersangka dengan mengirimkan
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Dalam berkas
yang dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan dijerat
dengan tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan
penggelapan. Hal ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai negeri dan
memiliki dana Rp. 25 miliar di Bank Panin.
Hasil
penelitian jaksa menyebutkan bahwa hanya terdapat satu pasal yang terbukti
terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan, yaitu penggelapan
namun hal ini tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25 milliar yang diributkan
PPATK dan Polri. Untuk korupsi terkait dana Rp.25 milliar tidak dapat
dibuktikan karena dalam penelitian ternyata uang tersebut merupakan produk
perjanjian Gayus dengan Andi Kosasih. Andi Kosasih adalah pengusaha garmen asal
Batam yang mengaku pemilik uang senilai hampir Rp. 25 miliar di rekening Bank
Panin milik Gayus H. Tambunan. Hal ini didukung dengan adanya perjanjian
tertulis antara terdakwa (Gayus H. Tambunan) dan Andi Kosasih yang
ditandatangani tanggal 25 Mei 2008.
Menurut
Cirrus Sinaga selaku anggota Tim Jaksa Peneliti kasus Gayus, Gayus H. Tambunan
dan Andi Kosasih awalnya berkenalan di pesawat. Kemudian keduanya berteman
karena merasa sama-sama besar, tinggal dan lahir di Jakarta Utara. Karena
pertemanan keduanyalah Andi Kosasih meminta Gayus H. Tambunan mencarikan tanah
dua hektar untuk membangun ruko di kawasan Jakarta Utara. Biaya yang dibutuhkan
untuk pengadaan tanah tersebut sebesar US$ 6 juta. Namun Andi Kosasih baru
menyerahkan uang sebesar US$ 2.810.000. Andi menyerahkan uang tersebut kepada
Gayus melalui transaksi tunai di rumah orang tua istri Gayus lengkap dengan
kwitansinya, sebanyak enam kali yaitu pada tanggal 1 Juni 2008 sebesar US$
900.000, tanggal 15 September 2008 sebesar US$ 650.000, tanggal 27 Oktober 2008
sebesar US$ 260.000, tanggal 10 November 2008 sebesar US$ 200.000, tanggal 10
Desember 2008 sebesar US$ 500.000, dan terakhir pada tanggal 16 Februari 2009
sebesar US$ 300.000. Andi Kosasih menyerahkan uang tersebut karena dia percaya
kepada Gayus H. Tambunan.
Menurut
Cirrus Sinaga, dugaan money laundring hanya tetap menjadi dugaan karena Pusat
Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) sama sekali tidak dapat
membuktikan uang senilai Rp. 25 milliar tersebut merupakan uang hasil kejahatan
pencucian uang (money laundring). PPATK telah dihadirkan dalam kasus tersebut
sebagai saksi. Dalam proses perkara, PPATK tidak bisa membuktikan transfer
rekening yang diduga tindak pidana.
Dari
perkembangan proses penyidikan kasus tersebut, ditemukan juga adanya aliran
dana senilai Rp 370 juta di rekening lainnya di Bank BCA milik Gayus H.
Tambunan. Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari PT.Mega
Cipta Jaya Garmindo. PT. Mega Cipta Jaya Garmindo adalah perusahaan milik
pengusaha Korea, Mr. Son dan bergerak di bidang garmen. Transaksi dilakukan
dalam dua tahap yaitu pada tanggal 1 September 2007 sebesar Rp. 170 juta dan 2
Agustus 2008 sebesar Rp. 200 juta.
Setelah
diteliti dan disidik, uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui bukan
merupakan korupsi dan money laundring tetapi penggelapan pajak murni. Uang tersebut
dimaksudkan untuk membantu pengurusan pajak pendirian pabrik garmen di
Sukabumi. Namun demikian, setelah dicek, pemiliknya Mr Son, warga Korea, tidak
diketahui berada di mana. Uang tersebut masuk ke rekening Gayus H. Tambunan
tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang tersebut tidak digunakan oleh
Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son sehingga hanya diam di rekening
Gayus. Berkas P-19 dengan petujuk jaksa untuk memblokir dan kemudian menyita
uang senilai Rp 370 juta tersebut. Dalam petunjuknya, jaksa peneliti juga
meminta penyidik Polri menguraikan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) keterangan
tersebut beserta keterangan tersangka (Gayus H. Tambunan).
Dugaan
penggelapan yang dilakukan Gayus diungkapkan Cirrus Sinaga secara terpisah dan
berbeda dasar penanganannya dengan penanganan kasus money laundring,
penggelapan dan korupsi senilai Rp. 25 milliar yang semula dituduhkan kepada
Gayus. Cirrus dan jaksa peneliti lain tidak menyinggung soal Rp 25. milliar
lainnya dari transaksi Roberto Santonius, seorang konsultan pajak. Kejaksaan
pun tak menyinggung apakah mereka pernah memerintahkan penyidik Polri untuk
memblokir dan menyita uang dari Roberto ke rekening Gayus senilai Rp 25 milyar
itu.
Sebelumnya,
penyidik Polri melalui AKBP Margiani, dalam keterangan persnya mengungkapkan
bahwa jaksa peneliti dalam petunjuknya (P-19) berkas Gayus memerintahkan
penyidik untuk menyita besaran tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus.
Adapun tiga transaksi itu diketahui berasal dari dua pihak, yaitu Roberto
Santonius dan PT. Mega Jaya Citra Termindo. Transaksi yang berasal dari
Roberto, yang diketahui sebagai konsultan pajak bernilai Rp. 25 juta, sedangkan
dari PT. Mega Jaya Citra Termindo senilai Rp. 370 juta. Transaksi itu terjadi
pada tanggal 18 Maret, 16 Juni dan 14 Agustus 2009. Uang senilai Rp. 395 juta
tersebut disita berdasarkan petunjuk dari jaksa peneliti kasus itu.
Berkas Gayus
dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa mengajukan tuntutan 1 (satu) tahun dan masa
percobaan 1 (satu) tahun. Dari pemeriksaan atas pegawai Direktorat Jenderal
Pajak itu sebelumnya, beredar kabar bahwa ada “guyuran” sejumlah uang kepada
polisi, jaksa, hingga hakim masing-masing Rp 5 miliar. Diduga gara-gara
‘guyuran’ uang tersebut Gayus terbebas dari hukuman. Dalam sidang di Pengadilan
Negeri Tangerang tanggal 12 Maret 2010, Gayus yang hanya dituntut satu tahun
percobaan, dijatuhi vonis bebas.
Menurut
Yunus Husein, Ketua PPATK, “Mengalirnya uang belum kelihatan kepada aparat
negara atau kepada penegak hukum. Namun anehnya penggelapan ini tidak ada pihak
pengadunya, pasalnya perusahaan ini telah tutup. Sangkaan inilah yang kemudian
maju ke persidangan Pengadilan Negeri Tangerang. Di Pengadilan Negeri
Tangerang, Gayus tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penggelapan. Hasilnya, Gayus divonis bebas.”
Sosok Gayus
dinilai amat berharga karena ia termasuk saksi kunci dalam kasus dugaan makelar
kasus serta dugaan adanya mafia pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Belum
diketahui apakah Gayus melarikan diri lantaran takut atau ada tangan-tangan
pihak tertentu yang membantunya untuk kabur supaya kasus yang membelitnya tidak
terbongkar sampai ke akarnya. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum meyakini kasus
Gayus H. Tambunan bukan hanya soal pidana pengelapan melainkan ada juga pidana
korupsi dan pencucian uang.
Gayus
diketahui berada di Singapura. Dia meninggalkan Indonesia pada Rabu 24 Maret
2010 melalui Bandara Soekarno-Hatta. Namun dia pernah memberikan keterangan
kepada Satgas kalau praktek yang dia lakukan melibatkan sekurang-kurangnya 10
rekannya. Imigrasi tidak mengetahui posisi Gayus.
Satgas
Pemberantasan Mafia Hukum mengatakan bahwa kasus markus pajak dengan aktor
utama Gayus H. Tambunan melibatkan sindikasi oknum polisi, jaksa, dan hakim.
Satgas menjamin oknum-oknum tersebut akan ditindak tegas oleh masing-masing
institusinya, koordinasi perkembangan ketiga lembaga tersebut terus dilakukan
bersama Satgas. Ketiga lembaga tersebut sudah berjanji akan melakukan proses
internal. Kasus ini merupakan sindikasi (jaringan) antar berbagai lembaga
terkait.
Perkembangan
selanjutnya kasus Gayus melibatkan Komjen Susno Duadji, Brigjen Edmond Ilyas,
Brigjen Raja Erisman. Setelah 3 kali menjalani pemeriksaan, Komjen Susno Duadji
menolak diperiksa Propam. Alasannya, dasar aturan pemeriksaan sesuai dengan
Pasal 45, 46, 47, dan 48 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Pasal 25 Perpres No. I Tahun 2007 tentang Pengesahan
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan, harus diundangkan menteri dalam hal
ini Menteri Hukum dan HAM.
Komisi III
DPR menyatakan siap memberi perlindungan hukum untuk Komjen Susno Duadji. Pada
tanggal 30 Maret 2010, polisi telah berhasil mendeteksi posisi keberadaan Gayus
di negara Singapura dan menunggu koordinasi dengan pihak pemerintah Singapura
untuk memulangkan Gayus ke Indonesia. Polri mengaku tidak akan seenaknya
melakukan tindakan terhadap Gayus meski yang bersangkutan telah diketahui
keberadaannya di Singapura.
Pada tanggal
31 Maret 2010, Tim Penyidik Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri
memeriksa tiga orang sekaligus. Selain Gayus H. Tambunan dan Brigjen Edmond
Ilyas, ternyata Brigjen Raja Erisman juga ikut diperiksa. Pemeriksaan dilakukan
oleh tiga tim berbeda. Tim pertama memeriksa berkas lanjutan pemeriksaan Andi
Kosasih, tim kedua memeriksa adanya keterlibatan anggota polri dalam
pelanggaran kode etik profesi, dan tim ketiga menyelidiki keberadaan dan tindak
lanjut aliran dana rekening Gayus.
Pada tanggal
7 April 2010, Komisi III DPR mengendus seorang jenderal bintang tiga di
Kepolisian diduga terlibat dalam kasus Gayus H. Tambunan dan seseorang bernama
Syahrial Johan ikut terlibat dalam kasus penggelapan pajak yang melibatkan
Gayus H. Tambunan, dari Rp. 24 milliar yang digelapkan Gayus, Rp. 11 milliar
mengalir kepada pejabat kepolisian, Rp. 5 milliar kepada pejabat kejaksaan dan
Rp. 4 milliar di lingkungan kehakiman, sedangkan sisanya mengalir kepada para
pengacara.
2.2 Analisis
Kasus Gayus
Setiap tahun
pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran Pendapatan dan
Belanja yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam
memperoleh dan mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan.
Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan
dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan yang paling utama dan penting
adalah pendapatan yang berasal pajak, selain dari pada itu berasal dari sumber
lain yang dinamakan “Pendapatan Negara Bukan Pajak” (PNBP) dan hibah. PNBP
merupakan pendapatan negara yang paling banyak jenisnya termasuk yang dinamakan
“retribusi.” Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kerap mengalami
kebocoran lantaran dikorup para pejabat. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung
hingga mencapai 30 persen. Jika APBN minimal Rp1.400 triliun, sekitar Rp400
miliar dana APBN yang menguap setiap tahun.
Pembahasan
ini difokuskan pada divonis bebasnya Gayus oleh Pengadilan Negeri Tangerang
karena tidak terbukti melakukan salah satu tindak pidana yang disangkakan,
yaitu: korupsi, Menurut anggota Komisi III DPR, Andi Anzhar Cakra Wijaya, kasus
penggelapan pajak masih belum manjur jika hanya dijerat dengan Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Money Laundering (pencucian uang)
dinilai lebih sakti menindak mafia pajak. Para penegak hukum bisa menggunakan
Undang-Undang tersebut untuk membuktikan perbuatan penggelapan pajak kasus
Gayus Tambunan. Ia menyebutkan, penggelapan pajak itu berasal dari perbuatan
Gayus yang menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang dibantunya. Akibat
suap itulah terjadi penggelapan pajak yang jumlahnya sangat besar dan merugikan
negara. “Kalau ada indikasi penggelapan perpajakan, harus digunakan
Undang-Undang Pencucian Uang. Proses penyidikan bisa dimulai dari pencucian
uang itu,” tutur Andi. Setuju dengan pendapat Andi Anzhar Cakra Wijaya, penulis
berpendapat bahwa sudah seharusnya Gayus dijerat dengan Undang-Undang Tindak
Pidana Khusus, yaitu korupsi, pencucian uang dan penggelapan.
Kalau kita
baca kembali kasus Gayus tersebut, jelas bahwa pada awalnya dalam berkas yang
dikirimkan penyidik Polri kepada kejaksaan, Gayus H. Tambunan dijerat dengan
tiga pasal berlapis yakni pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Hal
ini karena Gayus H. Tambunan adalah seorang pegawai negeri dan memiliki dana
Rp. 25 miliar di Bank Panin.
Sebenarnya
dengan melihat besarnya dana yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sudah
cukup menimbulkan banyak pertanyaan darimana uang sebanyak itu mengingat Gayus
hanyalah seorang pegawai negeri dan orang tuanya juga bukan pengusaha kaya
raya. Sangat mustahil dia bisa mempunyai uang sebanyak itu di rekening banknya.
Keberadaan uang dua puluh lima milyar di rekening Gayus sudah cukup menjadi
bukti permulaan untuk menelusuri darimana uang tersebut, bagaimana cara Gayus
memperolehnya, apakah ada hubungannya dengan pekerjaannya sebagai seorang
pegawai pajak dan lain-lain.
Berdasarkan
Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan yang menetapkan bahwa selain dilakukan oleh pembayar pajak
(plagen atau dader), tindak pidana pajak dapat melibatkan
penyerta (deelderming) seperti wakil, kuasa atau pegawai pembayar
pajak atau pihak lain yang menyuruh melakukan (doen plegen atau middelijke),
yang turut serta melakukan (medeplegen atau mededader), yang
menganjurkan (uitlokker), atau yang membantu melakukan tindak pidana
perpajakan (medeplichtige), Gayus mungkin saja berperan sebagai medeplegen,
uitlokker atau medeplichtige. Hal ini didasarkan pada keterangan
Gayus pada Satgas pemberantasan mafia hukum bahwa dalam melakukan aksinya
tersebut Gayus melibatkan sekurang-kurangnya sepuluh rekannya.
Namun apa
yang terjadi?
Indikasi
tindak pidana perpajakan berupa penggelapan yang dilakukan oleh Gayus terkait
uang dua puluh lima milyar di rekening banknya tidak terbukti. Hal ini
sebagaimana hasil penelitian jaksa yang menyebutkan bahwa hanya terdapat satu
pasal yang terbukti terindikasi kejahatan dan dapat dilimpahkan ke Pengadilan,
yaitu penggelapan namun hal ini tidak terkait dengan uang senilai Rp. 25
milliar yang diributkan PPATK dan Polri. Penggelapan yang dimaksud yaitu adanya
aliran dana senilai Rp 370 juta di rekening Bank BCA milik Gayus H. Tambunan.
Uang tersebut diketahui berasal dari dua transaksi yaitu dari PT.Mega Cipta
Jaya Garmindo. pada tanggal 1 September 2007 sebesar Rp. 170 juta dan 2 Agustus
2008 sebesar Rp. 200 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk membantu pengurusan
pajak pendirian pabrik garmen di Sukabumi. Namun setelah dicek, pemiliknya Mr
Son, warga Korea, tidak diketahui berada di mana. Uang tersebut masuk ke
rekening Gayus H. Tambunan tetapi ternyata Gayus tidak urus pajaknya. Uang
tersebut tidak digunakan oleh Gayus dan tidak dikembalikan kepada Mr. Son
sehingga hanya diam di rekening Gayus. Berdasarkan penelitian dan penyidikan,
uang senilai Rp.370 juta tersebut diketahui bukan merupakan korupsi dan money
laundring tetapi penggelapan pajak murni.
Oleh karena
itu, kebocoran APBN di sana-sini hampir dipastikan semakin besar ketimbang
tahun-tahun sebelumnya. Sebab, semua sektor rawan dikorupsi. Hanya, peluang
beberapa pos anggaran lebih terbuka. Di antaranya, pos penganggaran untuk
bantuan sosial dan belanja modal seperti untuk pembangunan infrastruktur.
Mengacu pada sejumlah kasus korupsi yang bisa dibongkar, jika ditotal, kerugian
negara memang cukup besar. Sebut saja kasus Nazaruddin di wisma atlet yang
merugikan negara sekitar Rp25 miliar. Selain itu, kasus mafia pajak Gayus
Tambunan yang merugikan keuangan negara Rp25 miliar. Jadi, kejahatan anggaran
yang belum terungkap itu sebenarnya masih sangat banyak
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010, belanja negara yang dibiayai dari
penerimaan perpajakan mencapai 71 persen. Sebaliknya, porsi pembiayaan dari
utang luar negeri kian menyusut. Betapa perpajakan kian penting peranannya yang
menunjukkan bahwa kita semakin mandiri, terlihat juga dari porsinya yang mencapai
78 persen dari keseluruhan penerimaan negara. Namun kenyataan tadi tidak
seimbang dengan realita yang terjadi di Indonesia, pendapatan negara yang
paling banyak diterima dari pajak tersebut justru disalahgunakan oleh pegawai
pajak itu sendiri.
Kasus pajak
di Indonesia seperti halnya pada Gayus saat ini sudah meresahkan banyak pihak.
Pajak yang seharusnya menjadi alat pembiayaan dan pengaturan negara sudah
dikomoditkan berbagai kepentingan. Pemerintah dianggap kurang tegas dan
memberikan banyak peluang dalam menghadapi kasus pajak ini. Terlalu banyak
terjadi pelanggaran atau kolusi di berbagai lini. Memang ada yang tertangkap
dan mendapat sanksi. Namun, jika dibandingkan dengan yang tidak katahuan,
jumlahnya lebih banyak lagi.
Kasus ini
adalah bentuk kongkalikong Gayus dengan perusahaan yang berusaha mengakali
peraturan agar pajak yang telah dibayar oleh perusahaan tersebut dapat ditarik
kembali. Meskipun Gayus “bermain” di putusan Pengadilan Pajak yang berada
diluar tanggung jawab dari Direktorat Jenderal Pajak, namun kasus ini akhirnya
menjadi tanggungjawab bersama. Pengadilan Pajak adalah instansi yang terpisah
dari Direktorat Jenderal Pajak. Ada dua pelaku kejahatan di dalam kasus ini,
yaitu Gayus serta Perusahaan yang diuntungkan dengan sepak terjang Gayus.
Akibat dari kejahatan ini, negara dirugikan karena pajak yang seharusnya
dibayar oleh perusahaan tersebut menjadi lebih kecil. Namun alangkah sayangnya,
dari kedua belah pihak tersebut saat ini yang diusut hanya Gayus seorang.
Sementara perusahaan yang telah menikmati “jasa” Gayus melenggang kangkung
dengan bebas. Padahal kedua belah tersebut sama-sama diuntungkan dengan uang
pajak yang lolos dari penerimaan negara.
Korupsi pada
dasarnya dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menyentuh semua kalangan
di dalam masyarakat. Namun dengan mengacu kepada kasus Gayus Tambunan, korupsi
yang sangat merugikan ini sering kali terjadi di kalangan atas, kaum elite, dan
para pejabat yang memiliki kekuasaan dan posisi yang strategis. Korupsi muncul
bukan tanpa sebab. Korupsi merupakan akibat dari sebuah situasi kondisi di mana
seseorang membutuhkan penghasilan lebih, atau merasa kurang terhadap apa yang
dia peroleh jika menjalankan usaha dengan cara-cara yang sah. Korupsi merupakan
tindakan yang tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki
oleh individu maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan
individu (professional) maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi
(dilakukan denga kerjasama antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan
keuntungan sehingga membentuk suatu struktur organisasi yang saling melindungi
dan menutupi keburukan masing-masing). Korupsi merupakan cerminan dari krisis
kebijakan dan representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik.
3.2 Saran
Semua pejabat
perpajakan seharusnya mempunyai rasa tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Pejabat Perpajakan harus selalu bertanggung jawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesinya, memelihara
kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur
dirinya sendiri secara professional dalam membangun Bangsa.
Dalam kasus
penggelapan pajak oleh pejabat perpajakan Gayus tidak ditemukan standar teknis
dan standar professional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang
mana harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tentunya bermuara pada
penerimaan pendapatan Negara guna pembangunan Bangsa sesuai dengan standar dan
ketentuan yang berlaku. Dan dengan standar Profesi keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas. Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati adalah
standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International
Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan
yang relevan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar