Selasa, 08 Januari 2013

wisata solo



Istana Mangkunagaran
Didirikan oleh Raden Mas Said yang lebih dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo pada tahun 1757 setelah penandatanganan perundingan Salatiga pada tanggal 13 maret 1757. Selain sebagai simbol pusat budaya Jawa, didalam puro Mangkunegaran juga terdapat Museum penyimpanan benda-benda bersejarah dengan nilai seni tinggi seperti perhiasan untuk menari dari emas murni, topeng dari berbagai daerah dan gamelan. Sejak tahun 1968, Istana / Puro Mangkunegaran dapat dikunjungi oleh umum baik untuk wisatawan Nusantara maupun wisatawan Mancanegara. Dengan ciri arsitektur yang sama dengan keraton,di dalam Istana Mangkunegaran terdapat pamedan, pendopo, pringgitan, dalem dan kaputran yang seluruhnya dikelilingi tembok-tembok kokoh. Seluruh bangunan dibangun tanpa menggunakan paku. Bangunan ini dibangun dengan tiga bagian utama yang tiap bangiannya merupakan simbol dari tiga tahap utama kehidupan : Kelahiran, Kehidupan dan Kematian. jam buka : tiap hari pukul 09.00 – 14.00 WIB | Minggu / Libur 09.00 – 13.00 | Jumat tutup tiket masuk : Rp. 1.500,- Informasi : (0271) 634467
Museum Radyapustaka
Museum tertua ini didirikan pada masa pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV di dalem Kepatihan pada tanggal 28 Oktober 1890. Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pernah menjabat sebagai Patih Pakubuwono IX dan Pakubuwono X. Museum ini lalu dipindahkan ke lokasinya sekarang ini, Gedung Museum Radyapustaka di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta, pada 1 Januari 1913. Kala itu gedung museum merupakan rumah kediaman seorang warga Belanda bernama Johannes Busselaar. Museum ini terkenal dengan beragam koleksi peninggalan budaya Jawa seperti wayang kulit, wayang golek, keris, arca Hindu dan Budha, buku Jawa kuno sebanyak 2500 yang ditulis oleh Ronggowarsito dan Yosodipuro (seorang pengarang besar dari Jawa). Museum yang sebelumnya digunakan sebagai pusat studi Jawa ini terletak di taman Sriwedari. jam buka : tiap hari pukul 08.00 – 13.00 WIB | Jumat 08.00 – 11.00 | Senin tutup Informasi :             (0271) 712306      
Candi Prambanan (Klaten)
Candi Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang yang terletak di Prambanan adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia. Candi ini terletak di pulau Jawa, kurang lebih 20 km timur Yogyakarta, 40 km barat Surakarta dan 120 km selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Rara Jonggrang terletak di desa Prambanan yang wilayahnya dibagi antara kabupaten Sleman dan Klaten.
Museum Purbakala Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Area ini memiliki luas 48 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO. Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus (“Manusia Jawa”). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut. Di museum Sangiran yang terletak di wilayah ini juga dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu. Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau.
Candi Cetho (Karanganyar)
Candi Cetho merupakan sebuah candi peninggalan budaya Hindu dari abad ke-15 pada masa akhir pemerintahan Majapahit, terletak 12 km di utara candi sukuh. Bentuk susunan bangunan Candi Cetho yang secara berteras-teras sangatlah spesifik seperti bangunan astec kuno dan kebudayaan maya di Amerika Tengah. Didukung dengan panorama pegunungan yang indah disekelilingnya, udara yang sejuk dan letaknya yang berdekatan dengan obyek-obyek wisata lain seperti Candi Sukuh, kebun teh Kemuning dan Grojogan Sewu Tawangmangu, komplek candi Cetho jelas memiliki daya tarik tinggi untuk dikunjungi. Fungsi candi ini tidaklah berbeda dengan candi Hindu yang lain yakni sebagai tempat pemujaan. Sampai saat inipun Candi Cetho tetap digunakan oleh penduduk sekitar yang memang merupakan penganut agama Hindu.
Candi Sukuh (Karanganyar)
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi Sukuh dibangun pada abad 15, +/- 1.437 Masehi. Yang khas dari candi Sukuh yaitu arsitekturnya sangat mirip dengan candi Maya di Guatemala Amerika Tengah. Di teras pertama terdapat relief kemaluan laki-laki dan perempuan yang saling berhadapan (Lingga dan Yoni) yang merupakan simbol cinta kasih sebagai simbol asal usul kehidupan, serta sejumlah relief-relief yang terkesan unik dan erotis yang sebenarnya merupakan perlambangluhur tentang ajaran kehidupan yang hakiki.
Astana Giri Bangun
Astana Giri Bangun adalah sebuah pemakaman yang terletak di sebelah timur kota Surakarta, Indonesia, tepatnya di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, sekitar 35 km dari Surakarta. Istri presiden Indonesia, Soeharto, Ibu Tien, dimakamkan di sini. Situs pemakaman ini dirancang untuk dipakai oleh seluruh keluarga Pak Harto. Pada saat pembangunannya dimulai, jauh sebelum Ibu Tien Suharto wafat, telah menuai badai kritik dari berbagai kalangan masyarakat. sehingga diisyukan bahwa liang-liang lahat yang dipersiapkan untuk peristirahatan terakhir itu dilapisi dengan emas maupun perak. pada hal pada saat yang sama (saat itu) keadaan ekonomi rakyat sedang tidak membaik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar